lihat yang lain

welcome

selamat datang dan selamat membaca semoga terhibur dan bermanfaat

Selasa, 19 November 2013

makalah tarikh tasyri' (periode kebangkitan)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tarikh Tasyri’ merupakan salah satu kajian penting yang membahas sejarah legislasi pembentukan hukum syari’at islam, asas tasyri’ dalam al-Qur’an, penetapan dan sumber hukum pada Nabi, para sahabat dan fuqaha dalam generasi pertama. Pengertian Tarikh Tasyri' secara bahasa berasal dari kata Tarikh yang artinya catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai sejarah atau riwayat. Serta dari kata syariah adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan (diwahyukan) oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw untuk manusia yang mencakup tiga bidang, yaitu keyakinan (aturan-aturan yang berkaitan dengan aqidah), perbuatan (ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tindakan hukum seseorang) dan akhlak (tentang nilai baik dan buruk).
Tasyri’ adalah bermakna legislation, enactment of law, artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam.[1]
Oleh karena itu, untuk membuka jalan menuju destinasi serta mengetahui urgensinya, maka perlu sebuah kajian dan pembahasan dalam memahami fiqh islam dengan bentuk kajian ilmiah sesuai dengan metodologi penyelidikan tentang definisi syari’at, fiqh, periodisasi perkembangan hukum islam, sumber – sumber hukum islam serta madzhab-madzhab fiqh. Namun dalam pembahasan makalah ini akan lebih di fokuskan terhadap pembahasan periodisasi perkembangan hukum islam setelah mengalami kejumudan dan kemunduran.
B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana proses kebangkitan Tasyri’?
2.    Bagaimana kondisi perkembangannya?
3.    Mengapa hal itu terjadi?

C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui kebangkitan Tasyri’.
2.    Untuk mengetahui Kondisi Hukum Islam dan Perkembangannya.
3.    Untuk mengetahui proses hukum syari’at Islam.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kondisi Hukum Islam dan Perkembangannya
Para ulama menggunakan dua cara untuk membagi tahapan demi tahapan perkembangan syari’at islam. Diantara mereka ada yang menjadikan pembagian syari’at islam sama seperti perkembangan manusia dari segi tahapan perkembangan, manusia mengalami zaman kanak-kanak, dewasa dan zaman tua. Demikian juga halnya dengan syari’at islam dalam perkembangan dan perjalananya. Ada juga yang menjadikan pembagian ini dengan melihat aspek perbedaan dan ciri-ciri utama yang juga mempunyai pengaruh yang besar dalam fiqh, mereka yang menggunakan cara ini juga berbeda pendapat tentang jumlah tahapan syari’at islam.[2] Sebagian mengatakan 4 fase, sebagian lagi 5 fase, ada yang 6 fase, dan juga pendapat lain mengatakan tujuh.
Pendapat yang lebih tepat dari pembagian ini, yaitu pendapat yang mengatakan ada 4 fase sebagai berikut :
·         Fase kelahiran dan pembentukan, merentang sepanjang masa hidup Rasulullah saw, sehingga dapat kita istilahkan sebagai fase penurunan dan kedatangan wahyu.
·         Fase pembangunan dan penyempurnaan, mencakup masa sahabat dan tabi’in sampai zaman pertengahan abad IV H.
·         Fase kejumudan dan taqlid, mulai dari pertengahan abad IV sampai abad XII H.
·         Fase kebangkitan dan kesadaran, mulai dari abad XII sampai sekarang.
B. Fase Kebangkitan Ilmu Fiqh
Fase ini dimulai dari akhir abad XIII H / 19 M sampai pada hari ini. Angin pembaharuan ini sebenarnya telah berhembus sejak awal abad XIV M, dengan lahirnya beberapa tokoh pembaharu yang terus berkembang sampai sekarang. Tokoh-tokoh tersebut antara lain :

    Ibnu Taimiyah ( 1263-1328 ).
    Ibn Qoyyim al-Zaujiyah ( 1292-1356 ).
    Muhammad Ibn Abdul  Wahab ( 1703-1787 ).
    Jamaluddin al-Afghani ( 1839-1897 ).
    Muhammad Abduh ( 1849-1905 ).
    Rasyid Ridla ( 1865-1935 ).
Indikasi kebangkitan fiqh pada zaman ini dapat dilihat dari dua aspek, pertama pembahasan fiqh islam, kedua kodifikasi hukum islam.
1.     Pembahasan Fiqh Islam
Indikasi kebangkitan fiqh islam pada zaman ini dilihat dari aspek sistem kajian dan penulisan, dapat dirincikan sebagai berikut :
·         Memberikan perhatian khusus terhadap kajian madzhab-madzhab utama dan pendapat-pendapat fiqhiyyah yang sudah diakui dengan tetap mengedepankan prinsip persamaan tanpa ada perlakuan khusus anatara satu madzhab dengan madzhab lainnya.
·         Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqh tematik, karena pembahasan fiqh pada masa yang lalu bersifat ringkas, lafal yang penuh simbol dan rumus yang memerlukan waktu banyak untuk memahaminya.
·         Memberikan perhatian khusus terhadap kajian fiqh komparasi, sehingga memunculkan teori-teori umum dalam fiqh islam dan mengasilkan teori baru seperti teori aqad, kepemilikan, harta, dan pendayagunaan hak yang tidak proporsional.
·         Mendirikan lembaga-lembaga kajian ilmiah dan menerbitkan ensiklopedia fiqh. Seperti contoh didirikannya Lembaga Kajian Islam di Al-Azhar pada tahun 1961 M di Mesir oleh para ulama besar dari semua negeri islam yang terpercaya keilmuannya.[3]

2.    Kodifikasi Fiqh
Kodifikasi ( taqnin ) adalah upaya mengumpulkan beberapa masalah fiqh dalam satu bab dengan bentuk butiran bernomor. Tujuan dari kodifikasi ini adalah untuk merealisasikan dua tujuan, yaitu :
1.         menyatukan semua hukum dalam setiap masalah yang memiliki kemiripan sehingga tidak terjadi tumpang tindih, masing-masing hakim memberi keputusan sendiri, tetapi seharusnya mereka sepakat dengan materi undang – undang tertentu dan tidak boleh dilanggar untuk menghindari keputusan yang kontradiktif.
2.         memudahkan para hakim untuk merujuk semua hukum fiqh dengan susunan yang sistematik, ada babbab yang teratur sehingga mudah untuk dibaca.
Sebenarnya upaya untuk menjadikan fiqh sebagai undang-undang sudah muncul pada awal abad II H ketika Ibnu Muqaffa menulis surat kepada Khalifah Abu Ja’far al-Mansur agar undang-undang civil negara diambil dari al-Qur’an dan Sunnah. Namun usulan ini tidak mendapat sambutan, karena para fuqaha enggan untuk memikul beban taqlid, sedangkan mereka sendiri sudah memberikan peringatan untuk menjauhi fanatisme madzhab.
Upaya dan pemikiran untuk melahirkan sebuah kodifikasi terhadap fiqh islam betul-betul dapat terwujud di Turki ketika muncul Majallah Al-Ahkam Al -‘Adliyah ( Semacam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ) pada masa Dinasti Usmaniyah yang berangkat dari keinginan imperium untuk mengacukan seluruh Undang-Undang sipil yang berlaku bagi umat Islam dibawah pemerintahannya pada madzhab Imam Abu Hanifah sebagai madzhab resmi negara.






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Sebagian ulama ada yang mengatakan perkembangan melalui 4 fase, sebagian lagi 5 fase, ada yang 6 fase, dan juga pendapat lain mengatakan tujuh. Pendapat yang lebih tepat adalah yang mengatakan 4 fase dengan tahapan
1.    Fase kelahiran dan pembentukan, merentang sepanjang masa hidup Rasulullah saw.
2.    Fase pembangunan dan penyempurnaan.
3.    Fase kejumudan dan taqlid.
4.    Fase kebangkitan dan kesadaran.
Fase Kebangkitan Ilmu Fiqh, Indikasi kebangkitan fiqh pada zaman ini dapat dilihat dari dua aspek, pertama pembahasan fiqh islam, kedua kodifikasi hukum islam.
B.    PENUTUP
Demikian makalah ini kami sampaikan, pastinya banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam presentasi, kiranya pembaca khususnya mema’afkan dan melengkapi kekurangan dalam makalah ini kemudian menjadi lebih sempurna karena-Nya. Adapun hal ini kritik dan saran sangat kami tunggu dari pembaca yang budiman.






DAFTAR PUSTAKA

Jaih,Mubarok . Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003)
Hallaq, Wael. 2001. Sejarah Teori Hukum Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada


[1] http://yogiikhwan.wordpress.com/2009/03/20
[2] Mubarok, Jaih. Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam,2003. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal, 136
[3] Wael,Halleq. Sejarah Teori Hukum Islam,2001 Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal, 167



Tidak ada komentar:

Posting Komentar